Sebaran Corona Makin Luas, Saatnya RI Lockdown?
Sunday, April 5, 2020
Edit
Wabah virus corona semakin menyebar di Indonesia. Angka kasus positif virus ini terus bertambah, namun keputusan untuk isolasi wilayah alias lockdown masih belum diambil pemerintah.
Pengamat Ekonomi David Sumual justru menilai keputusan pemerintah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dirasa sudah cukup untuk menekan angka penyebaran virus corona.
"Saya pikir saat ini sudah bagus. Kalau ditutup total artinya perlu dilihat penyakit ini sudah menyebar hampir ke seluruh Indonesia. Kalau di lockdown sedangkan sebenarnya sudah menyebar (virus corona) saya nggak melihat urgensinya. Kalau mau lockdown itu kayak di China (belum menyebar) langsung ditutup total," kata Ahmad kepada detikcom, Minggu (5/4/2020).
Masyarakat juga dinilai sudah lebih sadar akan adanya risiko penyakit sehingga memilih membatasi aktivitas di luar.
"Kantor sudah pada tutup, kegiatan sosial apapun dilarang dan masyarakat sudah sadar ada risiko penyakit. Saya pikir cukup berhasil juga dalam 3 minggu ini," sebutnya.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai lockdown harus dilakukan jika pemerintah dan tenaga medis merasa sudah tidak mampu menangani jumlah korban yang terus berjatuhan.
"Saya kira memang kalau sudah sampai batas psikologis pemerintah tidak bisa menangani korban yang jumlahnya tidak berhenti, maka mau tidak mau lockdown harus dilakukan," ucap Tauhid.
Meski begitu, pemerintah harus sudah punya skenario terburuk jika ke depannya Indonesia harus lockdown. Mengingat sudah semakin banyak virus corona menelan korban, bahkan berasal dari tenaga medis.
Baca juga: Ganjil-Genap di DKI Jakarta Ditiadakan hingga 19 April 2020
"Pemerintah harus punya skenario terburuk, kalau tidak maka sulit karena ini grafiknya sudah tidak terkendali. Sudah banyak tenaga medis, orang-orang terbaik bangsa ini yang menjadi korban. Susah menghasilkan dokter-dokter seperti mereka dalam waktu relatif singkat, kita kehilangan menurut saya," sebutnya.
Apa alasan pemerintah masih belum pilih lockdown?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai pemerintah tidak sanggup jika harus mengambil kebijakan lockdown untuk Indonesia menekan angka penyebaran virus corona (COVID-19).
Tauhid mengatakan, butuh biaya yang sangat besar untuk mencukupi kebutuhan masyarakat jika ingin lockdown dan pemerintah tidak sanggup untuk memenuhi itu.
"Kapasitas pemerintah untuk menanggung biaya (lockdown) itu berat banget. Paling tidak mereka harus menyediakan untuk penanggulangan sisi kesehatan, social safety net, industri, sama untuk penanganan COVID-19 dari segi ekonomi. Tapi kelihatannya anggaran untuk social safety net ini masih kurang, kalau diberlakukan lockdown pemerintah kelihatannya nggak sanggup," kata Tauhid kepada detikcom, Minggu (5/4/2020).
Selain tidak bisa menanggung kebutuhan masyarakat selama lockdown, pemerintah juga dinilai tidak sanggup memulihkan ekonomi secara cepat setelah lockdown diberlakukan.
"Dampak ekonominya memang besar banget dan kelihatannya pemerintah nggak sanggup melakukan recovery secepatnya," sebutnya.
Baca juga: Pasar Keuangan RI Digoyang Corona, Ekonom: Peluang Krisis Besar
Selain itu, dibutuhkan tenaga ahli seperti kepolisian dan tentara dengan jumlah yang tidak sedikit untuk menjaga ketat Indonesia selama lockdown berlangsung.
"Secara teknis kalau hanya tentara dan polisi dengan luas negara kita sangat besar sekali. Menurut saya berat karena memang bukan jalan besar saja. Jalan-jalan kecil juga perlu dijagain kalau mau lockdown," urainya.
Artikel Asli
Pengamat Ekonomi David Sumual justru menilai keputusan pemerintah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dirasa sudah cukup untuk menekan angka penyebaran virus corona.
"Saya pikir saat ini sudah bagus. Kalau ditutup total artinya perlu dilihat penyakit ini sudah menyebar hampir ke seluruh Indonesia. Kalau di lockdown sedangkan sebenarnya sudah menyebar (virus corona) saya nggak melihat urgensinya. Kalau mau lockdown itu kayak di China (belum menyebar) langsung ditutup total," kata Ahmad kepada detikcom, Minggu (5/4/2020).
Masyarakat juga dinilai sudah lebih sadar akan adanya risiko penyakit sehingga memilih membatasi aktivitas di luar.
"Kantor sudah pada tutup, kegiatan sosial apapun dilarang dan masyarakat sudah sadar ada risiko penyakit. Saya pikir cukup berhasil juga dalam 3 minggu ini," sebutnya.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai lockdown harus dilakukan jika pemerintah dan tenaga medis merasa sudah tidak mampu menangani jumlah korban yang terus berjatuhan.
"Saya kira memang kalau sudah sampai batas psikologis pemerintah tidak bisa menangani korban yang jumlahnya tidak berhenti, maka mau tidak mau lockdown harus dilakukan," ucap Tauhid.
Meski begitu, pemerintah harus sudah punya skenario terburuk jika ke depannya Indonesia harus lockdown. Mengingat sudah semakin banyak virus corona menelan korban, bahkan berasal dari tenaga medis.
Baca juga: Ganjil-Genap di DKI Jakarta Ditiadakan hingga 19 April 2020
"Pemerintah harus punya skenario terburuk, kalau tidak maka sulit karena ini grafiknya sudah tidak terkendali. Sudah banyak tenaga medis, orang-orang terbaik bangsa ini yang menjadi korban. Susah menghasilkan dokter-dokter seperti mereka dalam waktu relatif singkat, kita kehilangan menurut saya," sebutnya.
Apa alasan pemerintah masih belum pilih lockdown?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai pemerintah tidak sanggup jika harus mengambil kebijakan lockdown untuk Indonesia menekan angka penyebaran virus corona (COVID-19).
Tauhid mengatakan, butuh biaya yang sangat besar untuk mencukupi kebutuhan masyarakat jika ingin lockdown dan pemerintah tidak sanggup untuk memenuhi itu.
"Kapasitas pemerintah untuk menanggung biaya (lockdown) itu berat banget. Paling tidak mereka harus menyediakan untuk penanggulangan sisi kesehatan, social safety net, industri, sama untuk penanganan COVID-19 dari segi ekonomi. Tapi kelihatannya anggaran untuk social safety net ini masih kurang, kalau diberlakukan lockdown pemerintah kelihatannya nggak sanggup," kata Tauhid kepada detikcom, Minggu (5/4/2020).
Selain tidak bisa menanggung kebutuhan masyarakat selama lockdown, pemerintah juga dinilai tidak sanggup memulihkan ekonomi secara cepat setelah lockdown diberlakukan.
"Dampak ekonominya memang besar banget dan kelihatannya pemerintah nggak sanggup melakukan recovery secepatnya," sebutnya.
Baca juga: Pasar Keuangan RI Digoyang Corona, Ekonom: Peluang Krisis Besar
Selain itu, dibutuhkan tenaga ahli seperti kepolisian dan tentara dengan jumlah yang tidak sedikit untuk menjaga ketat Indonesia selama lockdown berlangsung.
"Secara teknis kalau hanya tentara dan polisi dengan luas negara kita sangat besar sekali. Menurut saya berat karena memang bukan jalan besar saja. Jalan-jalan kecil juga perlu dijagain kalau mau lockdown," urainya.
Artikel Asli