Kisah Keberhakan Orang Soleh yang Bisa Dirasakan Sampai 7 Turunan



 Habib Umar Muthohar selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al-Madinah memaparkan tentang ciri-ciri orang shaleh.


Difinisi  shaleh bukan hanya kepada orang yang banyak shalat, zakat, sedekah, atau wirid.


Shaleh dialah  yang menjalankan hak Allah dan hak hamba-hamba-Nya yang merupakan  akhlak para Nabi.


Orang soleh tidak hanya ditandai dengan kening berbekas karena sujud.  Namun orang soleh  semua urusannya kepada Allah beres, wajib shalat, haji, zakat, dan puasa serta baik dengan sesama.


Yang termasuk orang shaleh, mereka yang  urusannya dengan manusia telah selesai. Orang Soleh tidak mau berurusan dengan manusia.


Sebab, urusan dengan manusia benar-benar dihitung oleh Allah.


Keberkahan orang shaleh seperti minyak wangi yang baunya sampai kemana-mana. Karena dia interaksi dengan Allah positif, interaksi dengan sesama juga positif.


Terdapat kisah  tentang orang shaleh dalam Alquran, pada saat itu Nabi Khidir AS dan Nabi Musa AS mendatangi sebuah negeri.


Mereka meminta agar dijamu, namun para penduduk tidak mau menjamu mereka. Nabi Musa telah kehabisan perbekalan.


Niatnya, dia ingin minta makanan dari warga setempat. Sayangnya penduduk di sana malah mengusirnya.


Di negeri itu terdapat sebuah bangunan yang temboknya akan roboh. Nabi Musa sangat heran karena Nabi Khidir malah memperbaiki tembok tersebut.


Ketika ditanyai alasan mengapa memperbaiki tembok itu, ia menjawab yang tercantum dalam surat Al-Kahfi ayat 82 :


وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا


Wa ammal-jidāru fa kāna ligulāmaini yatīmaini fil-madīnati wa kāna taḥtahụ kanzul lahumā wa kāna abụhumā ṣāliḥā,


fa arāda rabbuka ay yablugā asyuddahumā wa yastakhrijā kanzahumā raḥmatam mir rabbik, wa mā fa\’altuhụ \’an amrī, żālika ta`wīlu mā lam tasṭi\’ \’alaihi ṣabrā.


“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh.


Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu.


Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.”


Menurut para ahli tafsir, kedua anak yatim itu dimuliakan Allah sampai harta karun yang berada di sana dilindungi karena sosok ayahnya yang shaleh.


Terdapat juga ahli tafsir mengatakan bahwa, ayah di sini adalah kakeknya yang ketujuh adalah orang shaleh sehingga cucunya merasakan nikmatnya.


Artikel Asli

Iklan Atas Artikel

SPONSOR

Iklan Tengah Artikel 1

Sponsor

Iklan Tengah Artikel 2

SPONSOR