Apakah Alat Musik Dilarang Untuk Dimainkan? Ini Penjelasannya
Alunan lagu ataupun nyanyian telah ada pada era pra- Islam. Para penyair Arab kala Islam belum datang sering menyanyikan syair- syair yang mereka buat. Setelah itu terus tumbuh sampai terbentuk banyak tipe alat musik dengan ragam nada yang bisa dipadukan dengan suara vokal.
Dalam Islam, musik sudah diperbincangkan semenjak lama serta terdapat macam pemikiran. Walaupun begitu, Ahmad Zarkasih, Lc dalam bukunya bertajuk" Lagu, Nyanyian serta Musik, Benarkah Dihar4mkan?", menarangkan, jumhur ulama sudah bersepakat soal musik.
Para ulama setuju hukum musik merupakan har4m sepanjang terdapat 3 perihal yang menyertainya. Apa saja?
Awal, musik jadi har4m bila memiliki faktor kemungkaran ataupun kemaksiatan. Ulama mempermasalahkan sisi kemaksiatan yang menempel pada musik tersebut sehingga musik juga jadi har4m.
Wujud kemaksiatan pada musik dapat terdapat di lirik ataupun alunan lagunya sendiri. Misalnya apabila lagu tersebut mengajak berbuat kemaksiatan.
Musik pula memiliki kemaksiatan bila semisal irama lagu yang dinyanyikan semacam musik ritual peribadatan agama tertentu. Dalam keadaan ini musik jadi har4m, karena, seseorang Muslim dilarang meniru ritual ibadah agama lain.
Kemaksiatan lain yang menempel pada musik dapat pula terdapat pada orang yang menyanyikan. Misalnya ia menunjukkan aurat sementara itu syariat Islam memerintahkan buat menutup aurat. Ataupun, sang penyanyi melaksanakan gerakan- gerakan tidak senonoh serta melampaui batasan. Pada intinya, bila sesuatu musik memiliki kemaksiatan, har4m.
Kedua, har4mnya musik lantaran ada fitnah yang berarti keburukan di dalamnya. Maksudnya, bila musik itu dapat membuat seseorang Muslim jatuh pada keburukan, dosa, serta memunculkan fitnah, hingga har4m mendengarkannya.
Ketiga, musik jadi har4m apabila membuat orang yang mencermatinya meninggalkan kewajiban bagaikan Muslim. Seseorang Muslim memiliki kewajiban yang wajib dicoba bagaikan hamba Allah. Serta seluruh perihal yang menghalanginya melaksanakan kewajiban itu harus dihindari.
Kendati demikian, Kitab Tafsir at- Thabari berikan uraian dalam kajiannya terhadap Surah Luqman ayat 6. Allah SWT berfirman," Serta di antara manusia( terdapat) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak bermanfaat buat menyesatkan( manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan serta menjadikan jalan Allah itu olok- olokan. Mereka itu hendak mendapatkan azab yang menghinakan".
Kitab Tafsir at- Thabari( 20/ 128) melansir pendapat Abdullah bin Masud serta Abdullah bin Abbas buat menafsirkan ayat tersebut. Bagi 2 Teman Nabi SAW itu, diksi lahwun pada ayat tersebut berarti musik, nyanyian serta mendengarkannya.
Kitab Tafsir Ibnu Katsir pula menguatkannya, dengan mengatakan kalau," Kala Allah SWT menarangkan kondisi orang- orang yang berbahagia, mereka merupakan yang memperoleh petunjuk dari Kitab Allah SWT serta mengambil khasiat dari mendengarkannya".
Setelah itu, masih dalam Tafsir Ibnu Katsir, Allah SWT pula menarangkan tentang kondisi orang yang merugi serta sengsara( asyqiya) ialah yang menolak mengambil khasiat dari mencermati ayat- ayat Allah SWT, serta menerima buat mendengarkan suara seruling, nyanyi- nyanyian serta pula alat musik.
Ibnu Masud serta Ibnu Abbas merupakan Teman Nabi SAW yang menghar4mkan musik. Salah satu dalil yang menghar4mkan musik ialah hadis riwayat Imam al- Bukhari. Nabi Muhammad bersabda," Bakal ada dari umatku sesuatu kalangan yang menghalalkan zina, sutera, khamar serta alat musik".
Diksi alat musik yang digunakan dalam hadis itu merupakan maazif, kata jamak, yang mengacu pada perlengkapan musik yang dipukul. Zarkasih menguraikan, maazif pada era saat ini bisa jadi bisa diserupakan dengan gendang.
Bila terdapat yang menghalalkannya, berarti asalnya itu memanglah har4m. Serta Nabi Muhammad menegaskan soal itu supaya umatnya mawas diri.
Sebaliknya Teman Nabi yang membolehkan musik salah satunya merupakan Abdullah bin Zubair. Imam As- Syaukani dalam" Nailul- Authar", menggambarkan tentang cerita Abdullah bin Zubair, budak wanita, serta gitar.
Sesuatu kali, Ibnu Umar bertandang ke rumah Abdullah bin Zubair serta memandang suatu perlengkapan musik. Kemudian ia bertanya barang apa itu, serta bertanya lagi," apakah ini perlengkapan musik( mizan Syami) dari Syam?". Kemudian dijawab oleh Ibnu Zubair," Dengan ini akal seorang dapat seimbang".